Senin, 02 April 2012

Audiometri


AUDIOMETRI


Audiometri berasal dari kata audire yang berarti pendengaran dan metrios yang berarti mengukur, jadi secara harfiah audiometri bermakna pemeriksaan untuk menguji fungsi pendengaran.

Pemeriksaan Audiometri dalam ilmu medis maupun ilmu hiperkes tidak saja dapat dipergunakan untuk mengukur ketajaman pendengaran, tetapi juga dapat untuk menentukan lokasi kerusakan anatomis yang menimbulkan gangguan fungsi pendengaran.

Audiometri Nada Murni

Yaitu Suatu sistem uji pendengaran dengan mempergunakan suatu alat  yang dapat menghasilkan bunyi nada-nada mumi dari berbagai frekuensi 250 - 500 - 1000 - 2000 - 4000 - 8000 Hz dan dapat diatur intensitasnya dalam satuan (dB) yang disebut dengan audiometer.

Bunyi yang dihasilkan disalurkan melalui telepon kepala, dikenal dengan istilah air conduction (AC) dan vibrator tulang ke telinga orang yang diperiksa pendengaannya,yang disebut dengan bone conduction (BC). Masing-masing pemeriksaan secara bersama sama  untuk mengukur ketajaman pendengaran melalui hantaran udara dan hantaran tulang pada tingkat intensitas nilai ambang, sehingga akan didapatkan kurva
hantaran tulang dan hantaran udara yang disebut dengan audiogram.

Dengan membaca audiogram ini kita dapat mengetahui jenis dan derajat kurang pendengaran seseorang. Gambaran audiogram rata-rata sejumlah orang yang berpendengaran normal dan berusia sekitar 20 - 29 tahun merupakan nilai ambang baku pendengaran untuk nada murni.

Interpretrasi audiogram berdasarkan kurva yang didapat dapat disimpulkan apakah seseorang normal audiometri, Conductive Hearing Impairment, Sensori neural hearing impairment, atau noice induced hearing impairment.

Conductive hearing impairment/Conductive hearing loss
Ciri khasnya adalah adanya air gap antara pemeriksaan air conduction dan bone conduction

Sensorineural hearing impairment
Ciri khasnya adalah curva air conduction yang normal, sedangkan kurva bone conduction mengalami penurunan ambang intensitas/desibelnya.

Noice induced haring impairment
Yang paling khas dari audiogram gangguan ini adalah didapatkan gambaran baji pada frekuensi 4000 Hz pada pemeriksaan air conduction.
Gambaran NIHL ini merupakan indikator adanya penyakit akibat kerja atau penyakit akibat gangguan kerja yang bersifat progresiv dan irreversibel, sehingga memerlukan perhatian serius khususnya bagi dokter pemeriksa kesehatan tenaga kerja atau bagi dokter perusahaan.

Adapaun berdasarkan tingkat desibelnya,maka gangguan pendengaran dapat dibagi menjadi:
a. Normal : - 10 dB sampai dengan 25 dB
b. Mild impairment: 26 dB sampai dengan 40 dB
c. Moderate impairment: 41 dB sampai dengan 55 dB
d. moderate to severe impairment: 56 dB sampai dengan 70 dB
e. Severe impairment: 71 dB sampai dengan 85 dB
f. Very severe impairment: > 85 dB

Audiometri Tutur

Audiometri tutur adalah sistem uji pendengaran yang menggunakan kata-kata terpilih yang telah dibakukan, dituturkan melalui suatu alat yang telah dikalibrasi, untuk mengukur beberapa aspek kemampuan pendengaran.
Prinsip audiometri tutur hampir sama dengan audiometri nada mumi, hanya disini sebagai alat uji pendengaran digunakan daftar kata terpilih yang dituturkan pada penderita. Kata-kata tersebut dapat dituturkan langsung oleh pemeriksa melalui mikrofon yang dihubungkan dengan audiometer tutur, kemudian disalurkan melalui telpon kepala ke telinga yang diperiksa pendengarannya; atau kata-kata direkam lebih dahulu pada piringan hitam atau pita rekaman, kemudian baru diputar kembali dan disalurkan melalui audiometer tutur.
Si penderita diminta untuk menirukan dengan jelas setiap kata yang didengar, dan apabila kata-kata yang didengar makin tidak jelas karena intensitasnya makin dilemahkan, si pendengar diminta untuk menebaknya.
Pemeriksa mencatat persentasi kata-kata yang ditirukan dengan benar dari tiap denah pada tiap intensitas. Hasil ini dapat digambarkan pada suatu diagram yang aksisnya adalah intensitas suara kata-kata yang didengar, sedangkan ordinatnya adalah presentasi kata-kata yang ditirukan dengan benar.
Dari gmbaran audiogram tutur ini dapat diketahui dua dimensi kemampuan pendengaran yaitu :
a) Kemampuan pendengaran dalam menangkap 50% dari sejumlah kata-kata yang dituturkan pada suatu intensitas minimal dengan benar, yang lazimnya disebut nilai ambang persepsi tutur atau NPT, dan dinyatakan dengan satuan desibel (dB).
b) Kemampuan maksimal pendengaran untuk mendiskriminasikan tiap satuan bunyi (fonem) dalam kata-kata yang dituturkan, yang dinyatakan dengan nilai diskriminasi tutur atau NDT.
Satuan pengukuran NDT itu adalah persentasi maksimal katakata yang ditirukan dengan benar, sedangkan intensitas suara berapa saja. Dengan demikian berbeda dengan audiometri nada murni, pada audiometri tutur intensitas pengukuran pendengaran tidak saja pada tingkat nilai ambang (NPT), tetapi juga jauh di atasnya (NDT).

Dewasa ini pemeriksaan yang lebih sering dilakukan adalah pemeriksaan audiometri nada murni dibandingkan audiometri nada tutur.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar